welcome

Selamat Datang di Blog Wawasan Kita, Semoga Bermanfaat :)

Sunday 14 February 2016

Konflik Sosial

BAB I
PENDAHULUAN
A.    ,LATAR BELAKANG
Dalam masyarakat seringkali ditemukan berbagai persaingan yang kadangkala berujung konflik. Orang atau kelompok dalam masyarakat memaksakan kepentingan atau keinginannya kepada orang atau kelompok lain yang mengakibatkan terjadi benturan kepentingan bermuara pada ancaman bahkan kekerasan. Benturan kepentingan dapat terjadi baik di kalangan individu, kelompok, suku bahkan Negara. Benturan kepentingan inilah yang secara umum disebut konflik.
Konflik yang terjadi dalam masyarakat harus diatasi. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan, seperti kompromi, mediasi, ajudikasi dsb. Cara-cara ini dapat dilakukan sesuai dengan kondisi pihak-pihak yang berkonflik.
Konflik sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Ketika orang memperebutkan sebuah area, mereka tidak hanya memperebutkan sebidang tanah saja, namun juga sumber daya alam seperti air dan hutan yang terkandung di dalamnya. Upreti (2006) menjelaskan bahwa pada umunya orang berkompetisi untuk memperebutkan sumber daya alam karena empat alasan utama. Pertama, karena sumber daya alam merupakan “interconnected space” yang memungkinkan perilaku seseorang mampu mempengaruhi perilaku orang lain. Sumber daya alam juga memiliki aspek “social space” yang menghasilkan hubungan-hubungan tertentu diantara para pelaku. Selain itu sumber daya alam bisa menjadi langka atau hilang sama sekali terkait dengan perubahan lingkungan, permintaan pasar dan distribusi yang tidak merata. Yang terakhir, sumber daya alam pada derajat tertentu juga menjadi sebagai simbol bagi orang atau kelompok tertentu.
Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa kekerasaan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat (Fisher, 2001).
Dalam setiap kelompok social selalu ada benih-benih pertentangan antara individudan individu, kelompok dan kelompok, individu atau kelompok dengan pemerintah. Pertentangan ini biasanya berbentuk non fisik. Tetapi dapat berkembang menjadi benturan fisik, kekerasaan dan tidak berbentuk kekerasaan. Konflik berasal dari kata kerja Latin, yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Contoh dari konflik sosial tersebut adalah konflik sampit. Konflik sampit tahun 2001 bukanlah insiden yang terisolasi,karena telah terjadi bebrapa insiden sebelumnya antar warga dayak dan madura. Konflik besar terakhir terjadi antara desember 1996 dan januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas. Penduduk madura pertama tiba dikalimantan tahun 1930 dibawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial  belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah indonesia. Tahun 2000,transmigrasi membentuk 21% populasi kalimantan tengah. Suku dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari warga madura yang semakin agresif .hukum-hukum baru telah ­memungkinkan warga madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial diprovinsi ini seperti perkayuan,penambangan dan perkebunan.ada sejumlah cerita yang menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi mengklaim bahwa ini disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Rumor mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak mulai membakar rumah-rumah dipemukiman madura. Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa anggota mereka diserang.Selain itu, juga dikatakan bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.

A.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa itu konflik sosial?
2.      Jenis konflik apakah konflik di Sampit?
3.      Apa yang enjadi penyebab timbulnya konflik sosial Sampit?
4.      Bagaimana bentukpengendalian konflik Sampit?

B.       TUJUAN
1.      Umtuk mengetahui apa itu konflik sosial.
2.      Untuk mengetahui jenis konflik dari konflik Sampit.
3.      Untuk mengetahui yang menjadi penyebab dari konflik Sampit.
4.      Untuk mengetahui bentuk pengndalian dari konflik Sampit.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KONFLIK
1.      Secara etimologis
Secara etimologis konflik social berasal dari kata “confligere” yang berarti sama-sama memukul. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)  konflik didefinisikan sebagai percekcokan, perselisihan, atau pertentangan. (Kun Maryati, 2001 : 54)

2.      Pengertian Secara Umum
Konflik adalah proses social dimana individu atau kelompok berusaha mencapai tujuan dengan jalan ancaman dan kekerasan.

3.      Menurut Para Ahli
a.      Berstein
Konflik merupakan suatu pertentangan, perbedaan yang tidak dapat dicegah. Konflik mempunyai potensi positif dan ada pula yang negative di dalam interaksi social.

b.      Dr. Robert M.Z. Lawang
Konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status, kekuasaan, di mana tujuan dari mereka yang berkonflik, tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya.

c.      Drs. Ariyono Suyono
Konflik adalah proses atau keadaan di mana dua pihak berusaha menggagalkan tercapainya tujuan masing-masing yang disebabkan adanya perbedaan pendapat, nilai-nilai  ataupun tuntutan dari masing-masing pihak.



d.      James W. Vander Zanden
Konflik adalah suatu pertentangan mengenai nilai atau tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status atau wilayah tempat pihak yang saling berhadapan betujuan menetralkan, merugikan, ataupun menyisihkan lawan mereka.

e.      Soerjono Soekanto
Konflik adalah proses social dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik sosial adalah  suatu proses bertemunya dua pihak atau lebih yang mempunnyai kepentingan yang relative sama terhadap hal yang sifatnya terbatas. Dengan demikian, terjadilah persaingan hingga menimbulkan suatu benturan-benturan fisik baik dalam skala kecil maupun dalam skala besar.

B.     JENIS DARI KONFLIK DI SAMPIT
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
1.       Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.

2.      Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
a.       Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
b.      Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
c.       Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
d.      Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
e.       Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
f.       Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.

3.      Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
b.      Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
c.       Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
d.      Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al(1982), yang membagi konflik atas: substantive conflictemotional conflictconstructive conflict, dan destructive conflict.
Konflik di Sampit trmasuk konflik antar organisasi atau kelompok. Karena jika dilihat dari pelaku yang terlibat merupakan  klompok suku.


C.     FAKTOR PENYEBAB KONFLIK DI SAMPIT
Keseluruhan permasalahan yang meletupkan konflik Sampit yang demikian bengis itu dapat dipilah-uraikan anatominya dalam empat (4) kelompok faktor utama, yaitu : (1) pola pemukiman yang berperan sebagai facilitating factor; (2) menyempitnya ruang-hidup (Lebensraum) penduduk asli yang merupakan inti permasalahan (core of the problem) dari struktur konflik komunal ini; (3) tergerusnya identitas-diri (self-identity) suku Dayak yang berperan sebagai faktor sumbu pencetus (fuse factor); dan (4) lembaga penegak hukum yang lumpuh akibat aparat yang korup yang berperan sebagai mekanisme penumpuk kekesalan (grudges) yang terus membukit terutama selama 32 tahun terakhir ini.
1.         Pola Pemukiman yang tersegregasi (segregated pattern of settlement).Seperti diketahui, pola pemukiman suku asli di daerah pedesaan adalah pola pemukiman sub-suku (tribal pattern of settlement).

Tiap sub suku Dayak mengklaim teritori tertentu dengan batas-batas yang jelas dengan teritori sub-suku lain. Penarikan batas yang jelas ini, di satu pihak, kedalam sesama warga berfungsi sebagai penegasan rasa ke-kita-an (sense of community) sekaligus untuk menjamin rasa aman (physical safety) dan lahan untuk mewadahi kegiatan bersama dalam mengusahakan kesejahteraan(material well-being), di lain pihak, keluar, merupakan pengakuan akan eksistensi sub-suku lain yang juga dihormati haknya untuk hidup berdampingan secara damai.Pola pemukiman di pedesaan Kalimantan ini kemudian dibawa dan diterapkan oleh warga Dayak yang berpindah ke wilayah perkotaan. Mereka cenderung untuk mengelompok perumahannya dalam suatu wilayah/sudut kota tertentu. Pola pemukiman yang segregatif secara horizontal akan menjadi lahan konflik yang subur bila ia tumpang-tindih dengan segregasi kelas secara ekonomi. Di banyak kota di Kalimantan, khususnya Sampit, Keterbelahan horizontal memang benar-benar berhimpit dengan keterbelahan vertikal.
Keterbelahan vertikal ini mengambil bentuk dalam jenis-pekerjaan dan posisi-posisi strategis yang dikapling oleh suku-suku tertentu. Mayoritas warga suku Dayak adalah petani, sedangkan mayoritas suku-suku pendatang adalah di bidang non-pertanian. Sebagian besar dari posisi-posisi strategis di bidang pemerintahan digenggam oleh suku-suku pendatang. Kalaupun ada satu dua warga Dayak yang menjadi Camat atau Bupati, keseluruhan sisa jabatan birokrasi yang ada dikuasai oleh suku-suku pendatang.
Pola bertempat tinggal yang segregatif ini yang kemudian berresonansi dengan pengkaplingan pekerjaan dan posisi-posisi strategis jelas menyekat suku asli dari suku-suku pendatang yang semakin mempertebal rasa ke-kita-an dan rasa ke-mereka-an di kedua belah pihak. Pada titik ini, yang terjadi tidak ketertutupan sosial (social closure) tapi juga ketertutupan ekonomi (economic closure). Bila hal yang terakhir ini terjadi, kekerasan struktural (structural violence) yaitu penutupan akses ke dan kontrol atas sumber daya strategis mulai terjadi.
Bila hal ini tidak segera dikoreksi maka lambat atau cepat structural violenceakan melahirkan physical violence

2.      Menyempitnya Ruang Kehidupan Suku Dayak. Ruang kehidupan dan mata pencaharian suku Dayak yang sangat terjalin erat hutan dan tanah terancam punah oleh kebijakan pemerintah Pusat Orba yang banyak memberi HPH kepada para konglomerat kroni. Tiga puluh tahun lalu, Kabupaten Kotawaringin Timur di mana Sampit berada, mempunyai 5 juta Ha hutan. Sekarang menyusut tinggal 2,7 juta Ha yang masih berbentuk hutan. Dari jumlah ini hanya 0,5 Ha yang ditetapkan sebagai hutan-lindung yang tidak boleh diolah oleh siapapun termasuk warga Dayak. Ada rencana untuk mengambil 2,7 juta Ha yang tersisa tersebut di atas untuk dijadikan perkebunan Negara. Bila pembabatan hutan, baik legal maupun yang illegal, terus berlangsung dengan kecepatan seperti sekarang ini maka diperkirakan seluruh hutan di Kabupaten Kotawaringin Timur akan habis tak berbekas dalam 10 tahun yang akan datang. Bagian hutan yang diambil alih telah disulap menjadi tanah pertanian, perkebunan, semak-belukar serta pemukiman.
Ruang kehidupan yang semakin sempit terutama dirasakan oleh generasi muda Dayak yang masih harus membangun hidup mereka. Bila hutan dan lahan sistem perladangan mereka menjadi sempit, tentu saja mereka pindah ke daerah perkotaan. Kota Sampit dan Palangka Raya adalah kota-kota tujuan prioritas. Tapi dapatkah mereka bersaing dengan suku-suku pendatang di kedua kota itu ? Ternyata jawabnya adalah: tidak. Karena mereka tidak dilengkapi secara baik(ill-equipped) untuk kehidupan di daerah perkotaan dibandingkan dengan anak muda warga suku-suku pendatang. Mayoritas anak muda Dayak hanya berpendidikan tamat Sekolah Dasar. Mereka hanya bisa masuk ke sektor informal dengan mengandalkan kekuatan otot mereka. Pada saat yang sama, banyak layar televisi memamerkan iming-iming gaya hidup yang mewah dan berlimpah. Frustrasi secara perlahan-lahan tapi pasti mulai menggumpal di dada anak-anak muda Dayak. Merekalah yang terlihat bersorak-sorak di atas truk-truk merayakan dan memamerkan hasil pembantaian mereka atas suku Madura.
Ruang kehidupan dalam kota Sampit juga semakin tidak nyaman. Walaupun Sampit tumbuh pesat sebagai pusat perdagangan kayu (resmi maupun tidak resmi), fasilitas umum kota sangat miskin. Listrik sering mati hidup, dan air bersih merupakan barang mewah. Selokan dan parit-parit kotor tidak terurus. Berbagai penyakit menular marak di mana-mana. Fasilitas kesehatan kalau tidak terjangkau jaraknya, ia juga tidak terjangkau harganya. Gedung sekolah dan sarana sekolah lain, apalagi buku pelajaran menjadi ajang lahan korupsi yang subur. Korupsi dipraktekkan di mana-mana termasuk Polisi yang sering menarik pungutan 10 % dari para turis.
3.      Tergerusnya Identitas Diri Suku Dayak. Bersamaan dengan hilangnya hutan Kalimantan, terikut juga proses tergerusnya identitas diri suku Dayak yang cara hidup (way of life) dan budayanya terjalin erat dengan eksistensi hutan. Dalam pertemuan dan interaksi dengan budaya luar, mereka selalu diposisikan dalam sikap defensif. Upaya untuk mengadopsi budaya luar yang berbasis non hutan dan non pertanian terlihat terlalu berat bagi mereka.
Identitas diri suku Dayak memang terus-menerus mengalami reformulasi dan redefinisi sejak persentuhannya dengan agama-agama dunia (Islam, Protestan dan Katholik). Demikian juga pada saat arus migrasi suku Melayu, Bugis dan Jawa datang ke wilayah Kalimantan sejak Abad 15. Pada saat awal, ketika persentuhan hanya terjadi di daerah pesisir pantai, dan karena itu tidak merambah wilayah hutan pedalaman, tradisi Dayak masih dapat bertahan karena hutan mereka tetap utuh. Tetapi setelah kedatangan transmigran yang menusuk langsung ke pedalaman dan setelah Orde Baru memberikan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), maka eksistensi tradisi dan budaya mulai perlahan-lahan tapi pasti tergerus seiring dengan bertumbangannya pohon-pohon Kalimantan. Hutan yang selama masa nenek-moyang mereka dipelihara dengankearifan tradisional (traditional wisdom) dalam hubungan bersahabat yang saling menguntungkan di ubah oleh pasar dunia menjadi sekedar komoditi diatas landasan falsafah instrumentalisme. Pohon-pohon Kalimantan tidak lebih dari sekedar instrumen pembangunan untuk menghasilkan devisa.



D.    CARA PENGENDALIAN KONFLIK DI SAMPIT
Seperti yang kita ketahui bahwa konflik di sampit adalah salah satu dampak negative dari keberagaman budaya yang terdapat di Indonesia. alasan yang saya ketahui saat ini adalah karena konflik sara. Tentu perbedaan budaya yang mendasari konflik di daerah sampit dan Madura. Tapi  Seharusnya keberagaman dan perbedaan Indonesia harus di jaga agar dengan adanya perbedaan dalam kebudayaan membuat Indonesia semakin kaya dan  sesuai dengan semboyan Negara Indonesia yaitu bhineka tunggal ika (berbeda tetapi satu tujuan). Selain karena factor perbedaan budaya, Factor lain yang yang menyebabkan konflik di sampit adalah sengketa lahan antara suku dayak dan suku Madura. Suku dayak yang merasa sebagai kelompok minoritas yang tanahnya di ambil dan di kuasai oleh suku Madura.
Menurut saya dengan kedua factor tersebut saya dapat mencari jalan keluar sebagai berikut:
a.       Memberikan Toleransi yang tinggi terhadap kebudayaan yang berbeda dengan  kebudayaan kita
b.      Menghargai suku,agama,dan ras yang berbeda
c.       Jika permasalahnnya karena miss communication bisa dengan mengadakan mediasi antar kepala suku atau kepala daerah yang ada di daerah sampit
d.      Pemerintah harus lebih telaten dalam mengurusi masalah-masalah yang ada di sudut-sudut Negara, jangan hanya terpaku pada ibu kota saja
e.       Pemerintah harus lebih peka dan adil dalam pembuatan peraturan-peraturan agar tidak ada yang merasa di anak tirikan dan merasa tidak di perdulikan oleh pemerintah.
f.       Perbaikan pada manajemen konflik agar mampu mengurangi konflik yang terjadi antara kelompok minoritas dengan minoritas maupun antara kelompok minoritas dengan mayoritas. Misalnya di adakan manajemen konflik pada suku dayak dan suku Madura yang merupakan kelompok mayoritas, sehingga suku dayak tidak merasa di diskriminasikan.
g.      Diadakannya pendidikan multikultural sebagai pengembangan pola positif masyarakat pada masyarakat sampit dan Madura
h.      Mengenali dan mencintai budaya lain dengan pengenalan budaya seperti misalnya suku Madura di pertunjukan tari-tarian suku dayak agar kedua suku tersebut bisa memiliki simpati satu sama lain.
i.         
 Jika dilihat dari jangka waktunya, pengendalian dapat dilakukan dengan 3 jangka waktu, yaitu :
1.      Jangka Pendek
a.       Seruan kepada semua pihak untuk menghentikan pertikaian.
b.       Penguatan satuan polisi lokal secara sungguh-sungguh. Bantuan TNI hanya bersifat sementara.
c.        Pelibatan pemimpin akar-rumput dari kedua belah pihak untuk mengusahakan rekonsiliasi.
d.       Meyakinkan Gubernur, para Bupati dan Camat di Kalimantan Tengah agar tidak mengambil jalan pintas memulangkan suku Madura ke pulau Madura. Karena cara ini dapat menyebarkan situasi konflik ke daerah lain, terutama Jawa Timur yang baru saja diguncang gejolak massa politik. Para pengungsi harus segera diupayakan pemulangan mereka berdasar KTP masing-masing. Wilayah RI adalah untuk semua anak bangsa.
e.        Proses hukum terhadap mereka yang melakukan tindakan kriminal baik pada titik awal konflik maupun selama konflik agar segera dilakukan.

2.      Jangka Menengah
a.       Membangun prasarana dasar di kota-kota Kalimantan Tengah seperti : Puskesmas, Air Bersih, Listrik dan perbaikan lingkungan permukiman perkotaan.
Membangun pola-pola pemukiman alternatif terpadu (integrated pattern of settlement) yang mengacu pada kemampuan daya beli.
b.      Memperbanyak dan memperbaiki fasilitas pendidikan sampai ke pelosok-pelosok Kalimantan Tengah agar semakin banyak warga suku Dayak yang terdidik.

3.      Jangka Panjang
a.       Mengupayakan terjadinya baik power sharing dan resource sharing antar berbagai suku di Kalimantan Tengah.
b.      Waspada akan terjadinya proses marginalisasi di suatu wilayah tertentu.
c.       Pemantapan tekad dan tindakan konkrit pemerintah dalam menegakkan hukum. Semua aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan sampai dengan kehakiman perlu dibenahi dan dibangun dengan sungguh-sungguh.
d.      Pemberantasan korupsi khususnya di kalangan aparat penegak hukum


















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari tragedi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perang sampit adalah tragedi kemanusiaan yang terjadi antara suku Dayak dan suku pendatang Madura yang pindah dengan tujuan melaksanakan sistem Transmigrasi yang di lakukan oleh Pemerintahan Belanda dalam proses pemerataan penduduk. Suku Madura pindah ke Kalimantan Tengah dan meminjam tanah kepada suku Dayak sebagai tempat untuk tinggal. Oleh karena itu, konflik ini jangan terulang kembali. Karena jika kembali terjadi akan merusak nilai-nilai kerukunan di Indonesia.
Sistem kekerabatan, rasa saling menghormati, menyayangi dan sikap toleransi harus lebih di tingkatkan lagi sesama warga di Indonesia, walaupun berbeda ras, suku dan agama demi mewujudkan Negara Indonesia yang aman, damai dan sesuai dengan semboyan Bangsa Indonesia yang dikenal dengan “Bhineka Tunggal Ika.”
Adapun Penanganan Langkah-Langkah Strategis Antar Waktu :
    1. Pemberhentian segera dari semua usaha perkayuan di seluruh Kalimantan.
    2. Penyetopan pemberian izin HPH dan izin pengalihan hutan menjadi perkebunan.
    3. Pengakuan terhadap Hak Ulayat Adat atas hutan dan tanah dari suku Dayak.
      Peninjauan kembali UU Agraria dan Kehutanan.
    4. Membentuk Komisi Nasional Hubungan Antar Etnik yang bertugas antara lain untuk memantau, menganalisis dinamika hubungan antar etnik dan bedasar analisis itu merekomendasikan upaya-upaya resolusi dan rekonsiliasi konflik komunal.
    5. Pembangunan Kepolisian Nasional secara sungguh-sunguhbawah koordinasi Menko Polsoskam.
DAFTAR PUSTAKA

Fortuna, Dewi, 2005 .“ Konflik Kekerasan Internal”. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
 Muin, Idianto. 2013. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X. Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga. Hal: 72-74. 
Maryati, Kun, dan Suryawati, Juju. 2006. Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta : Esis.
Sumarno , Astrid Susanto, 1998. “Masyarakat Indonesia Memasuki Abad ke-21”. Jakarta ; Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen pendidikan dan Kebudayaan..
.



No comments:

Post a Comment