BAB
I
PENDAHULUAN
A. ,LATAR BELAKANG
Dalam masyarakat
seringkali ditemukan berbagai persaingan yang kadangkala berujung konflik.
Orang atau kelompok dalam masyarakat memaksakan kepentingan atau keinginannya
kepada orang atau kelompok lain yang mengakibatkan terjadi benturan kepentingan
bermuara pada ancaman bahkan kekerasan. Benturan kepentingan dapat terjadi baik
di kalangan individu, kelompok, suku bahkan Negara. Benturan kepentingan inilah
yang secara umum disebut konflik.
Konflik yang terjadi dalam masyarakat harus diatasi.
Ada berbagai cara yang dapat dilakukan, seperti kompromi, mediasi, ajudikasi
dsb. Cara-cara ini dapat dilakukan sesuai dengan kondisi pihak-pihak yang
berkonflik.
Konflik sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia.
Ketika orang memperebutkan sebuah area, mereka tidak hanya memperebutkan
sebidang tanah saja, namun juga sumber daya alam seperti air dan hutan yang
terkandung di dalamnya. Upreti (2006) menjelaskan bahwa pada umunya orang
berkompetisi untuk memperebutkan sumber daya alam karena empat alasan utama.
Pertama, karena sumber daya alam merupakan “interconnected space” yang
memungkinkan perilaku seseorang mampu mempengaruhi perilaku orang lain. Sumber
daya alam juga memiliki aspek “social space” yang menghasilkan
hubungan-hubungan tertentu diantara para pelaku. Selain itu sumber daya alam
bisa menjadi langka atau hilang sama sekali terkait dengan perubahan
lingkungan, permintaan pasar dan distribusi yang tidak merata. Yang terakhir,
sumber daya alam pada derajat tertentu juga menjadi sebagai simbol bagi orang
atau kelompok tertentu.
Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan
dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak
sejalan, berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa
kekerasaan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar
atau semua pihak yang terlibat (Fisher, 2001).
Dalam setiap kelompok social selalu ada benih-benih
pertentangan antara individudan individu, kelompok dan kelompok, individu atau
kelompok dengan pemerintah. Pertentangan ini biasanya berbentuk non fisik.
Tetapi dapat berkembang menjadi benturan fisik, kekerasaan dan tidak berbentuk
kekerasaan. Konflik berasal dari kata kerja Latin, yaitu configure yang berarti
saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak
berdaya.
Contoh dari konflik sosial tersebut adalah konflik
sampit. Konflik sampit tahun
2001 bukanlah insiden yang terisolasi,karena telah terjadi bebrapa insiden
sebelumnya antar warga dayak dan madura. Konflik besar terakhir terjadi antara
desember 1996 dan januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas. Penduduk
madura pertama tiba dikalimantan tahun 1930 dibawah program transmigrasi yang
dicanangkan oleh pemerintah kolonial belanda dan dilanjutkan oleh
pemerintah indonesia. Tahun 2000,transmigrasi membentuk 21% populasi kalimantan
tengah. Suku dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari
warga madura yang semakin agresif .hukum-hukum baru telah memungkinkan warga
madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial diprovinsi ini
seperti perkayuan,penambangan dan perkebunan.ada sejumlah cerita yang
menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi mengklaim bahwa ini
disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah
rumah Dayak. Rumor mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura
dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak mulai membakar rumah-rumah
dipemukiman madura. Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim
bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah
beberapa anggota mereka diserang.Selain itu, juga dikatakan bahwa seorang warga
Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di
desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.
A. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
itu konflik sosial?
2. Jenis
konflik apakah konflik di Sampit?
3. Apa
yang enjadi penyebab timbulnya konflik sosial Sampit?
4. Bagaimana
bentukpengendalian konflik Sampit?
B. TUJUAN
1. Umtuk
mengetahui apa itu konflik sosial.
2. Untuk
mengetahui jenis konflik dari konflik Sampit.
3. Untuk
mengetahui yang menjadi penyebab dari konflik Sampit.
4. Untuk
mengetahui bentuk pengndalian dari konflik Sampit.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
KONFLIK
1.
Secara etimologis
Secara etimologis konflik social berasal dari kata
“confligere” yang berarti sama-sama memukul. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
(KBBI) konflik didefinisikan sebagai percekcokan,
perselisihan, atau pertentangan. (Kun Maryati, 2001 : 54)
2.
Pengertian
Secara Umum
Konflik adalah proses social dimana individu atau
kelompok berusaha mencapai tujuan dengan jalan ancaman dan kekerasan.
3.
Menurut Para
Ahli
a. Berstein
Konflik merupakan suatu pertentangan, perbedaan yang
tidak dapat dicegah. Konflik mempunyai potensi positif dan ada pula yang
negative di dalam interaksi social.
b.
Dr. Robert M.Z.
Lawang
Konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai,
status, kekuasaan, di mana tujuan dari mereka yang berkonflik, tidak hanya
memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya.
c.
Drs. Ariyono
Suyono
Konflik adalah proses atau keadaan di mana dua pihak
berusaha menggagalkan tercapainya tujuan masing-masing yang disebabkan adanya
perbedaan pendapat, nilai-nilai ataupun tuntutan
dari masing-masing pihak.
d.
James W. Vander
Zanden
Konflik adalah suatu pertentangan mengenai nilai atau
tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status atau wilayah tempat pihak yang
saling berhadapan betujuan menetralkan, merugikan, ataupun menyisihkan lawan
mereka.
e.
Soerjono
Soekanto
Konflik adalah proses social dimana orang perorangan
atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang
pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
konflik sosial adalah suatu proses
bertemunya dua pihak atau lebih yang mempunnyai kepentingan yang relative sama
terhadap hal yang sifatnya terbatas. Dengan demikian, terjadilah persaingan
hingga menimbulkan suatu benturan-benturan fisik baik dalam skala kecil maupun
dalam skala besar.
B.
JENIS DARI
KONFLIK DI SAMPIT
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung
pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik
atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik, dan sebagainya.
1.
Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan
fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik
fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional
Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian
tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik
disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut
Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional
sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu
kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik
dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang
lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan
pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja
kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik
tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya
memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik
tersebut disfungsional.
2.
Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan
pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393)
membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
a.
Konflik dalam diri individu (conflict
within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling
bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
b.
Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena
perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang
satu dengan individu yang lain.
c.
Konflik antara individu dan kelompok
(conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri
dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
d.
Konflik antar kelompok dalam
organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization).
Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang
berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
e.
Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini
terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif
bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
f.
Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among
individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat
sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi
anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public
relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir
seorang jurnalis.
3.
Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Winardi
(1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang
dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai
berikut:
a.
Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki
kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan
bawahan.
b.
Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki
kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar
karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
c.
Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang
biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi
sebagai penasehat dalam organisasi.
d.
Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih
dari satu peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di
atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh
Schermerhorn, et al. (1982), yang
membagi konflik atas: substantive conflict, emotional
conflict, constructive conflict, dan destructive
conflict.
Konflik di Sampit trmasuk konflik
antar organisasi atau kelompok. Karena jika dilihat dari pelaku yang terlibat
merupakan klompok suku.
C.
FAKTOR PENYEBAB
KONFLIK DI SAMPIT
Keseluruhan
permasalahan yang meletupkan konflik Sampit yang demikian bengis itu dapat
dipilah-uraikan anatominya dalam empat (4) kelompok faktor utama, yaitu :
(1) pola pemukiman yang berperan sebagai facilitating factor; (2) menyempitnya
ruang-hidup (Lebensraum) penduduk asli yang merupakan inti permasalahan (core
of the problem) dari struktur konflik komunal ini; (3) tergerusnya
identitas-diri (self-identity) suku Dayak yang berperan sebagai faktor sumbu
pencetus (fuse factor); dan (4) lembaga penegak hukum yang lumpuh akibat aparat
yang korup yang berperan sebagai mekanisme penumpuk kekesalan (grudges) yang
terus membukit terutama selama 32 tahun terakhir ini.
1.
Pola Pemukiman
yang tersegregasi (segregated pattern of settlement).Seperti diketahui, pola
pemukiman suku asli di daerah pedesaan adalah pola pemukiman
sub-suku (tribal pattern of settlement).
Tiap sub suku Dayak mengklaim teritori tertentu
dengan batas-batas yang jelas dengan teritori sub-suku lain. Penarikan batas
yang jelas ini, di satu pihak, kedalam sesama warga berfungsi sebagai
penegasan rasa ke-kita-an (sense of community) sekaligus untuk
menjamin rasa aman (physical safety) dan lahan untuk mewadahi
kegiatan bersama dalam mengusahakan kesejahteraan(material well-being), di lain
pihak, keluar, merupakan pengakuan akan eksistensi sub-suku lain yang juga
dihormati haknya untuk hidup berdampingan secara damai.Pola pemukiman di
pedesaan Kalimantan ini kemudian dibawa dan diterapkan oleh warga Dayak yang
berpindah ke wilayah perkotaan. Mereka cenderung untuk mengelompok perumahannya
dalam suatu wilayah/sudut kota tertentu. Pola pemukiman yang segregatif secara
horizontal akan menjadi lahan konflik yang subur bila ia tumpang-tindih dengan
segregasi kelas secara ekonomi. Di banyak kota di Kalimantan, khususnya Sampit,
Keterbelahan horizontal memang benar-benar berhimpit dengan keterbelahan
vertikal.
Keterbelahan vertikal ini mengambil bentuk
dalam jenis-pekerjaan dan posisi-posisi strategis yang
dikapling oleh suku-suku tertentu. Mayoritas warga suku Dayak adalah petani,
sedangkan mayoritas suku-suku pendatang adalah di bidang non-pertanian.
Sebagian besar dari posisi-posisi strategis di bidang pemerintahan digenggam
oleh suku-suku pendatang. Kalaupun ada satu dua warga Dayak yang menjadi Camat
atau Bupati, keseluruhan sisa jabatan birokrasi yang ada dikuasai oleh
suku-suku pendatang.
Pola bertempat tinggal yang segregatif ini yang
kemudian berresonansi dengan pengkaplingan pekerjaan dan posisi-posisi
strategis jelas menyekat suku asli dari suku-suku pendatang yang semakin
mempertebal rasa ke-kita-an dan rasa ke-mereka-an di kedua belah pihak. Pada
titik ini, yang terjadi tidak ketertutupan sosial (social closure) tapi juga
ketertutupan ekonomi (economic closure). Bila hal yang terakhir ini terjadi,
kekerasan struktural (structural violence) yaitu penutupan akses ke dan kontrol
atas sumber daya strategis mulai terjadi.
Bila hal ini tidak segera dikoreksi maka lambat atau
cepat structural violenceakan melahirkan physical violence
2.
Menyempitnya
Ruang Kehidupan Suku Dayak. Ruang kehidupan dan mata pencaharian suku
Dayak yang sangat terjalin erat hutan dan tanah terancam punah oleh kebijakan
pemerintah Pusat Orba yang banyak memberi HPH kepada para konglomerat kroni.
Tiga puluh tahun lalu, Kabupaten Kotawaringin Timur di mana Sampit berada,
mempunyai 5 juta Ha hutan. Sekarang menyusut tinggal 2,7 juta Ha yang masih
berbentuk hutan. Dari jumlah ini hanya 0,5 Ha yang ditetapkan sebagai
hutan-lindung yang tidak boleh diolah oleh siapapun termasuk warga Dayak. Ada
rencana untuk mengambil 2,7 juta Ha yang tersisa tersebut di atas untuk
dijadikan perkebunan Negara. Bila pembabatan hutan, baik legal maupun yang
illegal, terus berlangsung dengan kecepatan seperti sekarang ini maka
diperkirakan seluruh hutan di Kabupaten Kotawaringin Timur akan habis tak
berbekas dalam 10 tahun yang akan datang. Bagian hutan yang diambil alih telah
disulap menjadi tanah pertanian, perkebunan, semak-belukar serta pemukiman.
Ruang kehidupan yang
semakin sempit terutama dirasakan oleh generasi muda Dayak yang masih harus
membangun hidup mereka. Bila hutan dan lahan sistem perladangan mereka menjadi
sempit, tentu saja mereka pindah ke daerah perkotaan. Kota Sampit dan Palangka
Raya adalah kota-kota tujuan prioritas. Tapi dapatkah mereka bersaing dengan
suku-suku pendatang di kedua kota itu ? Ternyata jawabnya adalah: tidak. Karena
mereka tidak dilengkapi secara baik(ill-equipped) untuk kehidupan di
daerah perkotaan dibandingkan dengan anak muda warga suku-suku pendatang.
Mayoritas anak muda Dayak hanya berpendidikan tamat Sekolah Dasar. Mereka hanya
bisa masuk ke sektor informal dengan mengandalkan kekuatan otot mereka. Pada
saat yang sama, banyak layar televisi memamerkan iming-iming gaya hidup yang
mewah dan berlimpah. Frustrasi secara perlahan-lahan tapi pasti mulai menggumpal
di dada anak-anak muda Dayak. Merekalah yang terlihat bersorak-sorak di atas
truk-truk merayakan dan memamerkan hasil pembantaian mereka atas suku Madura.
Ruang kehidupan dalam
kota Sampit juga semakin tidak nyaman. Walaupun Sampit tumbuh pesat sebagai
pusat perdagangan kayu (resmi maupun tidak resmi), fasilitas umum kota sangat
miskin. Listrik sering mati hidup, dan air bersih merupakan barang mewah.
Selokan dan parit-parit kotor tidak terurus. Berbagai penyakit menular marak di
mana-mana. Fasilitas kesehatan kalau tidak terjangkau jaraknya, ia juga tidak
terjangkau harganya. Gedung sekolah dan sarana sekolah lain, apalagi buku
pelajaran menjadi ajang lahan korupsi yang subur. Korupsi dipraktekkan di
mana-mana termasuk Polisi yang sering menarik pungutan 10 % dari para turis.
3.
Tergerusnya
Identitas Diri Suku Dayak. Bersamaan dengan hilangnya hutan Kalimantan,
terikut juga proses tergerusnya identitas diri suku Dayak yang cara hidup (way
of life) dan budayanya terjalin erat dengan eksistensi hutan. Dalam pertemuan
dan interaksi dengan budaya luar, mereka selalu diposisikan dalam sikap
defensif. Upaya untuk mengadopsi budaya luar yang berbasis non hutan dan non
pertanian terlihat terlalu berat bagi mereka.
Identitas diri suku
Dayak memang terus-menerus mengalami reformulasi dan redefinisi sejak
persentuhannya dengan agama-agama dunia (Islam, Protestan dan Katholik).
Demikian juga pada saat arus migrasi suku Melayu, Bugis dan Jawa datang ke
wilayah Kalimantan sejak Abad 15. Pada saat awal, ketika persentuhan hanya
terjadi di daerah pesisir pantai, dan karena itu tidak merambah wilayah hutan
pedalaman, tradisi Dayak masih dapat bertahan karena hutan mereka tetap utuh.
Tetapi setelah kedatangan transmigran yang menusuk langsung ke pedalaman dan
setelah Orde Baru memberikan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), maka eksistensi
tradisi dan budaya mulai perlahan-lahan tapi pasti tergerus seiring dengan
bertumbangannya pohon-pohon Kalimantan. Hutan yang selama masa nenek-moyang
mereka dipelihara dengankearifan tradisional (traditional wisdom) dalam
hubungan bersahabat yang saling menguntungkan di ubah oleh pasar dunia menjadi
sekedar komoditi diatas landasan falsafah instrumentalisme.
Pohon-pohon Kalimantan tidak lebih dari sekedar instrumen pembangunan untuk
menghasilkan devisa.
D.
CARA
PENGENDALIAN KONFLIK DI SAMPIT
Seperti
yang kita ketahui bahwa konflik di sampit adalah salah satu dampak negative
dari keberagaman budaya yang terdapat di Indonesia. alasan yang saya ketahui
saat ini adalah karena konflik sara. Tentu perbedaan budaya yang mendasari
konflik di daerah sampit dan Madura. Tapi Seharusnya
keberagaman dan perbedaan Indonesia harus di jaga agar dengan adanya perbedaan
dalam kebudayaan membuat Indonesia semakin kaya dan sesuai dengan semboyan Negara
Indonesia yaitu bhineka tunggal ika (berbeda tetapi satu tujuan). Selain karena
factor perbedaan budaya, Factor lain yang yang menyebabkan konflik di sampit
adalah sengketa lahan antara suku dayak dan suku Madura. Suku dayak yang merasa
sebagai kelompok minoritas yang tanahnya di ambil dan di kuasai oleh suku
Madura.
Menurut
saya dengan kedua factor tersebut saya dapat mencari jalan keluar sebagai
berikut:
a.
Memberikan Toleransi yang
tinggi terhadap kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan kita
b.
Menghargai suku,agama,dan ras
yang berbeda
c.
Jika permasalahnnya karena
miss communication bisa dengan mengadakan mediasi antar kepala suku atau kepala
daerah yang ada di daerah sampit
d.
Pemerintah harus lebih
telaten dalam mengurusi masalah-masalah yang ada di sudut-sudut Negara, jangan
hanya terpaku pada ibu kota saja
e.
Pemerintah harus lebih peka
dan adil dalam pembuatan peraturan-peraturan agar tidak ada yang merasa di anak
tirikan dan merasa tidak di perdulikan oleh pemerintah.
f.
Perbaikan pada manajemen
konflik agar mampu mengurangi konflik yang terjadi antara kelompok minoritas
dengan minoritas maupun antara kelompok minoritas dengan mayoritas. Misalnya di
adakan manajemen konflik pada suku dayak dan suku Madura yang merupakan
kelompok mayoritas, sehingga suku dayak tidak merasa di diskriminasikan.
g.
Diadakannya pendidikan
multikultural sebagai pengembangan pola positif masyarakat pada masyarakat
sampit dan Madura
h.
Mengenali dan mencintai
budaya lain dengan pengenalan budaya seperti misalnya suku Madura di
pertunjukan tari-tarian suku dayak agar kedua suku tersebut bisa memiliki
simpati satu sama lain.
i.
Jika dilihat dari jangka waktunya,
pengendalian dapat dilakukan dengan 3 jangka waktu, yaitu :
1. Jangka Pendek
a.
Seruan kepada
semua pihak untuk menghentikan pertikaian.
b.
Penguatan satuan
polisi lokal secara sungguh-sungguh. Bantuan TNI hanya bersifat sementara.
c.
Pelibatan
pemimpin akar-rumput dari kedua belah pihak untuk mengusahakan rekonsiliasi.
d.
Meyakinkan
Gubernur, para Bupati dan Camat di Kalimantan Tengah agar tidak mengambil jalan
pintas memulangkan suku Madura ke pulau Madura. Karena cara ini dapat
menyebarkan situasi konflik ke daerah lain, terutama Jawa Timur yang baru saja
diguncang gejolak massa politik. Para pengungsi harus segera diupayakan
pemulangan mereka berdasar KTP masing-masing. Wilayah RI adalah untuk semua
anak bangsa.
e.
Proses hukum
terhadap mereka yang melakukan tindakan kriminal baik pada titik awal konflik
maupun selama konflik agar segera dilakukan.
2.
Jangka Menengah
a.
Membangun
prasarana dasar di kota-kota Kalimantan Tengah seperti : Puskesmas, Air Bersih,
Listrik dan perbaikan lingkungan permukiman perkotaan.
Membangun pola-pola pemukiman alternatif terpadu (integrated pattern of settlement) yang mengacu pada kemampuan daya beli.
Membangun pola-pola pemukiman alternatif terpadu (integrated pattern of settlement) yang mengacu pada kemampuan daya beli.
b.
Memperbanyak dan
memperbaiki fasilitas pendidikan sampai ke pelosok-pelosok Kalimantan Tengah
agar semakin banyak warga suku Dayak yang terdidik.
3. Jangka Panjang
a. Mengupayakan terjadinya baik power sharing dan
resource sharing antar berbagai suku di Kalimantan Tengah.
b. Waspada akan terjadinya proses marginalisasi di
suatu wilayah tertentu.
c. Pemantapan tekad dan tindakan konkrit pemerintah
dalam menegakkan hukum. Semua aparat penegak hukum mulai dari kepolisian,
kejaksaan sampai dengan kehakiman perlu dibenahi dan dibangun dengan
sungguh-sungguh.
d. Pemberantasan korupsi khususnya di kalangan aparat
penegak hukum
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari tragedi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perang sampit adalah
tragedi kemanusiaan yang terjadi antara suku Dayak dan suku pendatang Madura
yang pindah dengan tujuan melaksanakan sistem Transmigrasi yang di lakukan oleh
Pemerintahan Belanda dalam proses pemerataan penduduk. Suku Madura
pindah ke Kalimantan Tengah dan meminjam tanah kepada suku Dayak sebagai tempat
untuk tinggal. Oleh karena itu, konflik ini jangan terulang kembali.
Karena jika kembali terjadi akan merusak nilai-nilai kerukunan di Indonesia.
Sistem kekerabatan, rasa saling menghormati, menyayangi dan sikap toleransi
harus lebih di tingkatkan lagi sesama warga di Indonesia, walaupun berbeda ras,
suku dan agama demi mewujudkan Negara Indonesia yang aman, damai dan sesuai
dengan semboyan Bangsa Indonesia yang dikenal dengan “Bhineka Tunggal Ika.”
Adapun
Penanganan Langkah-Langkah Strategis Antar Waktu :
- Pemberhentian segera dari semua usaha perkayuan
di seluruh Kalimantan.
- Penyetopan pemberian izin HPH dan izin
pengalihan hutan menjadi perkebunan.
- Pengakuan terhadap Hak Ulayat Adat atas hutan
dan tanah dari suku Dayak.
Peninjauan kembali UU Agraria dan Kehutanan. - Membentuk Komisi Nasional Hubungan Antar Etnik
yang bertugas antara lain untuk memantau, menganalisis dinamika hubungan
antar etnik dan bedasar analisis itu merekomendasikan upaya-upaya
resolusi dan rekonsiliasi konflik komunal.
- Pembangunan Kepolisian Nasional secara
sungguh-sunguhbawah
koordinasi Menko Polsoskam.
DAFTAR PUSTAKA
Fortuna, Dewi, 2005 .“ Konflik
Kekerasan Internal”. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Muin, Idianto. 2013. Sosiologi untuk
SMA/MA Kelas X. Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
Erlangga. Hal: 72-74.
Maryati, Kun, dan Suryawati, Juju. 2006.
Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta : Esis.
Sumarno , Astrid Susanto, 1998. “Masyarakat
Indonesia Memasuki Abad ke-21”. Jakarta ; Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen pendidikan dan Kebudayaan..
.
No comments:
Post a Comment